Perumda Pasar Bitung Diduga Langgar Kewenangan: Pedagang Musiman dan Pedagang Kaki Lima (PKL) Dipaksa Masuk Area Pasar, Tradisi Ekonomi Kota Terancam

Uncategorized41 Dilihat

Kompas1.id
Bitung, – Kebijakan Perumda Pasar Kota Bitung yang mewajibkan seluruh pedagang musiman dan Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk berjualan hanya di area Pasar Cita menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025 menuai kritik keras.

Surat Nomor: 052/PEMBERITAHUAN/P2KB/X/2025 Perihal: Pemberitahuan Pelaksanaan Pasar Senggol di Lingkungan Pasar Cita, tertanggal 22 Oktober 2025 tapi diterima Pemkot tanggal 29 Oktober 2025 yang ditandatangani Plt. Direktur Utama Ramlan Mangkialo, S.Sos, yang ditujukan Kepada Walikota Bitung selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) menyebutkan bahwa pelaksanaan Pasar Senggol sepenuhnya berada dalam kendali Perumda, dan tidak boleh dilakukan di luar area pasar.

banner 336x280

Padahal, tradisi Pasar Senggol Kota Bitung selama bertahun-tahun berjalan di pusat kota menggunakan sebagian badan jalan dengan izin resmi melalui, Lurah setempat, Dinas Perhubungan, Kesbangpol, Kepolisian

Langkah Perumda ini kemudian dinilai tidak hanya mengintervensi ranah kewenangan pemerintah daerah dan instansi teknis, tetapi juga berpotensi mematikan mata pencaharian ratusan UMK musiman/PKL.

Aktivis sosial dan pemerhati kebijakan publik Kota Bitung, Robby Supit, secara tegas mengkritik keputusan tersebut.

“Perumda Pasar hanya pengelola aset pasar, bukan pembuat kebijakan ruang publik dan melarang pedagang berjualan di badan jalan karena itu adalah wewenang Pemkot, Lurah, Dishub dan kepolisian, bukan BUMD. Ini tindakan ultra vires, melampaui kewenangan,” tegas Robby Supit.

Ia menambahkan bahwa kebijakan ini justru bertentangan dengan semangat pemberdayaan ekonomi kerakyatan. “Kebijakan ini tidak hanya keliru secara hukum, tetapi juga bentuk monopoli ekonomi dan anti UMKM. Pemerintah wajib melindungi dan memberdayakan pedagang kecil. Jangan sampai BUMD berperan sebagai alat penindas ekonomi rakyat,” lanjutnya.

“Dugaan Pelanggaran Regulasi oleh perumda adalah :

1. UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pengaturan ruang jalan & kegiatan publik adalah kewenangan, Pemkot, Dinas Perhubungan, Kepolisian, Perumda tidak termasuk.

2. PP 54/2017 tentang BUMD. Pasal 9: BUMD hanya menjalankan fungsi berdasarkan penugasan pemerintah daerah. Tidak ada kewenangan menetapkan atau melarang lokasi berdagang di ruang publik.

3. UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 17 dan 18: Larangan pejabat bertindak di luar kewenangan.

Kebijakan Perumda dinilai berpotensi melanggar prinsip good corporate governance.

Selama ini Pasar Senggol di pusat kota bukan semata kegiatan ekonomi, tetapi tradisi sosial dan budaya lokal yang membantu ekonomi warga jelang hari besar keagamaan.

Tokoh masyarakat lainnya Yaskur Gobel ikut menyoroti serta mengingatkan, “Jangan menggusur tradisi ekonomi rakyat dengan dalih penataan, padahal tujuan akhirnya hanya mengalihkan pendapatan ke Perumda.” ucap Yaskur.

Sejumlah tokoh masyarakat, pedagang kaki lima, dan pemerhati kebijakan meminta Walikota Bitung untuk, meluruskan kewenangan Perumda, menjaga keberlanjutan tradisi Pasar Senggol di pusat kota, mengedepankan kepentingan UMKM dan masyarakat kecil.
“Pemkot harus memastikan BUMD tunduk pada aturan, bukan sebaliknya. Jangan sampai rakyat kecil menjadi korban ambisi birokrasi ekonomi,” tutup Yaskur Gobel.

Kebijakan Perumda Pasar Bitung, diduga melampaui kewenangan hukum dan berpotensi diskriminatif terhadap pedagang kecil dan mengancam tradisi ekonomi rakyat Bitung

Hal ini perlu segera dikoreksi oleh Walikota selaku KPM BUMD.
Gelombang keberatan dari pelaku usaha rakyat kini menunggu respons tegas pemerintah.

(Noval).

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *