Keberkahan Air Hujan Dapat Menyapu Partikel Plastik di Udara

Uncategorized11 Dilihat

Jakarta.kompas1.id
Fenomena mikroplastik dalam air hujan kembali menjadi sorotan setelah hasil penelitian terbaru dari Prof. Muhammad Reza Cordova., M.Si., PH.D. seorang peneliti muda yang dikenal aktif dalam isu lingkungan, mengungkap fakta mencengangkan. Melalui riset yang dilakukan di wilayah Jakarta Utara, ditemukan adanya partikel plastik yang terbawa dan terendap bersama air hujan.

Di acara Indonesia Creative Cities Festival (ICCF) 2025 Sekolah Air Hujan Banyu Bening Sleman Yogyakarta mendapatkan kesempatan luar biasa bisa hadir dan memberi kontribusi dalam pencerahan manfaat air hujan yang tengah menjadi isu luas akan bahaya nya “Air Hujan mengandung Mikroplastik”. Sri Wahyuningsih, S.Ag (Founder Sekolah Air Hujan Banyu Bening) langsung bertemu dan mengobrol untuk mengklarifikasi isu ini.

banner 336x280

Dalam penjelasannya, Prof. Reza mengungkap bahwa penelitian ini berawal secara tidak sengaja. Awalnya ia tidak meneliti bidang plastik, namun karena bidang lain sudah banyak dikaji dan pencemaran di berbagai sektor semakin meningkat, ia akhirnya menekuni riset mengenai mikroplastik. “Awalnya hanya kebetulan, tetapi semakin lama justru semakin dalam,” ujarnya dalam wawancara.

Penelitian dilakukan selama dua belas bulan dengan memasang perangkap hujan setinggi sekitar 28 meter. Dari hasil pengumpulan sampel, ditemukan antara 3 hingga 40 partikel mikroplastik per meter persegi per hari, dengan rata-rata 15 partikel. Artinya, pada area seluas 1.000 meter persegi, terdapat sekitar 15.000 partikel plastik yang jatuh setiap hari. Partikel-partikel tersebut dapat berpindah ke berbagai wilayah melalui hembusan angin, sehingga dampaknya tidak terbatas hanya pada satu kawasan.

Menurut Prof. Reza, penyebaran mikroplastik di udara merupakan persoalan yang serius. Namun, ia menegaskan bahwa air hujan pada dasarnya tetap bersih dan membawa manfaat, sementara yang menjadi sumber masalah adalah perilaku manusia dalam mengelola limbah plastik.
“Hujan itu tidak berbahaya. Yang berbahaya justru perilaku manusia yang membuang sampah dan memproduksi plastik tanpa pengelolaan,” jelasnya.

ia juga menuturkan bahwa ketika hujan turun, air membantu “menyapu” polutan di udara dan menurunkannya ke tanah. Namun, apabila tanah sudah tercemar, maka polutan tersebut hanya berpindah dari satu medium ke medium lain. Dengan kata lain, hujan tidak menyebabkan pencemaran, tetapi menjadi bagian dari proses alam yang membersihkan udara dari partikel berbahaya.

Hasil penelitian lanjutan yang dilakukan di 18 kota pesisir di Indonesia juga menunjukkan adanya indikasi serupa. Hal ini memperkuat dugaan bahwa fenomena mikroplastik di atmosfer telah meluas, tidak hanya di kota-kota besar. Prof. Reza menilai bahwa kondisi ini menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat untuk lebih serius menjaga lingkungan.

“Indonesia adalah cerminan dunia,” katanya. “Jika kita tidak mengelola plastik dan limbah dengan benar hari ini, generasi mendatanglah yang akan menanggung akibatnya.”

Ia menegaskan, persoalan lingkungan bukan sekadar isu kebersihan, melainkan juga cermin dari tingkat peradaban manusia. Menurutnya, menjaga lingkungan berarti menjaga masa depan bersama. “Setiap sampah yang kita buang sembarangan akan kembali kepada kita, entah lewat udara, air, atau tanah,” tambahnya.

Melalui riset ini, Prof. Reza berharap masyarakat dapat memahami bahwa air hujan tetap dapat dimanfaatkan secara aman, asalkan sumber pencemarannya dikelola dengan baik. Hujan tetap menjadi berkah, tetapi hanya jika manusia mampu menjaga keseimbangan alam.

Sumber ; Ainaya Nurfadila

@andisuka_2025

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *