ACEH TIMUR, Kompas1.id
19 Desember 2025 – Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus pegiat media sosial, Razali (Nyakli Maop), mengeluarkan pernyataan keras terkait lambannya pemulihan pasca-banjir di Aceh. Ia memperingatkan Pemerintah Pusat agar tidak menjadikan Aceh sebagai “sapi peras” kepentingan politik semata, sembari mendesak langkah radikal dalam pengalokasian anggaran tahun 2026.
Nyakli Maop, yang juga merupakan anggota Satuan Khusus Badan Advokasi Indonesia (Satgasus BAI) DPP untuk Aceh, menegaskan bahwa pola penanganan bencana yang ada saat ini tidak menyentuh akar persoalan. Ia menuntut Pemerintah Aceh untuk berani mengambil kebijakan luar biasa demi menyelamatkan martabat dan ekonomi rakyat.
Tuntutan “Anggaran Radikal” 2026
Nyakli mendesak agar seluruh instrumen keuangan daerah pada tahun anggaran 2026 dialihkan sepenuhnya untuk pemulihan infrastruktur dasar dan ekonomi kerakyatan:
Dana Desa 2026: Diprioritaskan 100% selama satu tahun anggaran untuk pembangunan dan renovasi total rumah warga yang hilang atau rusak berat akibat terjangan banjir.
Dana Otonomi Khusus (Otsus) 2026: Dialokasikan secara khusus sebagai stimulus pemulihan ekonomi bagi petani, pedagang, dan pelaku usaha kecil yang kehilangan mata pencaharian.
Pemerintah Aceh harus segera melakukan pendataan valid. Kita butuh keberanian politik untuk menggunakan Dana Desa dan Otsus 2026 sebagai instrumen utama pemulihan. Jangan biarkan rakyat menunggu bantuan yang tidak pasti,” tegas Nyakli Maop dalam keterangannya di Aceh Timur.
Kritik Status Bencana Nasional
Lebih lanjut, Nyakli menyoroti keengganan Pemerintah Pusat menetapkan status Bencana Nasional untuk wilayah Aceh dan sebagian Sumatera. Menurutnya, sikap abai ini sangat merugikan rakyat Aceh karena menutup pintu bagi solidaritas internasional.
“Sangat disayangkan Pusat menutup mata. Tanpa status Bencana Nasional, ruang bagi pihak internasional untuk membantu logistik, pendidikan, dan hunian menjadi tertutup. Jangan sampai Aceh hanya diambil hasilnya, tapi saat tertimpa musibah, kita dibiarkan berjuang sendiri seperti sapi peras,” sindirnya tajam.
Amanat Konstitusi
Menutup pernyataannya, Nyakli mengingatkan bahwa menjamin kehidupan layak bagi warga negara adalah amanah Undang-Undang Dasar (UUD) yang tidak bisa ditawar. Ia meragukan kehidupan masyarakat Aceh bisa kembali normal jika pemerintah masih bekerja dengan pola “bisnis seperti biasa” (business as usual)

“Jika pemerintah tidak melibatkan pihak asing atau menolak menetapkan status bencana nasional, maka kecil kemungkinan ekonomi rakyat kecil bisa bangkit dalam waktu dekat,” tutup putra asli Aceh Timur tersebut.
Kontak Media:
Reporter Sabri
















